Plagiat Nama, Mengeliminasi Autentisitas Lokalitas Pariwisata Mabar. (Catatan kritik lahirnya nama Teletubbies pada sebuah bukit di Kampung Lemes, Desa Macang Tanggar, yang sedang viral saat ini).
Plagiat Nama, Mengeliminasi Autentisitas Lokalitas Pariwisata Mabar.
(Catatan kritik lahirnya nama Teletubbies pada sebuah bukit di Kampung Lemes, Desa Macang Tanggar, yang sedang viral saat ini).
Oleh : Aloysius Suhartim Karya.
Memandu Wisatawan Nusantara (Jakarta) di Bukit Cinta |
Beberapa dekade terakhir, kolaborasi dari berbagi elemen dalam mempromosikan pariwisata 'Potensi alam dan Budaya' di kabupaten Manggarai Barat (Mabar) membuahkan hasil yang membanggakan. Data dari Dinas Pariwisata Mabar, grafik angka kunjungan wisatawan baik wisatawan lokal, wisatawan nusantara dan wisatawan manca negara, tahun 2019 naik drastis. Tercatat 184.206 wisatawan. Kabupaten Manggarai Barat pun mengantongi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada sektor pariwisata sangat signifikan, yaitu sebesar 60 miliar. Akrobatik Pemerintah Pusat dalam menata destinasi pariwisata di Mabar terus menyulut, meskipun wabah pandemi korona masih bergentayangan disuluruh kota se-Nusantara. Pemerintah, melabelkan Labuan Bajo sebagai Destinasi Super Premium.
Labuan Bajo sebagai ibu kota kabupaten Manggarai Barat, menjelma menjadi kota pariwisata yang terus dibenahi. Ia dipoles oleh pembangunan fisik dan non fisik agar tampil cantik memukau. Labuan Bajo tersohor, ia menjadi idola para pelancong dari seluruh penjuru dunia. Mereka tidak saja berpelesiran untuk melihat makhluk endemik, kadal raksasa di kepulauan Taman Nasional Komodo saja, tetapi beberapa destinasi dalam kota (City Sightseeing) telah dimasukan dalam 'Bucket List' atau daftar tempat - tempat wisata yang akan dikunjungi dalam kegiatan petualangan mereka ke ujung barat Nusa Bunga - pulau Flores tersebut. Sebut saja Bukit Cinta, Bukit Amelia, Gua Batu Cermin, Gua Rangko, Bahkan Bukit Teletubis kedepannya, tentu akan menjadi primadona rebutan untuk menjadi pendatang 'wisatawan' pertama yang akan berintim dengannya. Keindahan dari setiap lokasi wisata yang telah disebutkan diatas, seakan memiliki daya tarik magis, karena selalu membius hati setiap orang yang mendengar atau pernah melihat gambarnya pada media sosial untuk datang, menyaksikan langsung dengan bola mata sendiri atas kecantikan mereka yang tiada duanya di Dunia. Tetapi apakah nama - nama itu (Bukit Cinta, Bukit Amelia dan Bukit Teletubbies) memiliki makna yang menyiratkan nilai dan norma adat istiadat 'lokalitas' Manggarai Barat ? Bagaimana menarasikan objek wisata itu khususnya yang baru - baru ini sedang viral dimedia sosial, Bukit Teletubbies kepada wisatawan ? Bukankah esensi dari perjalanan wisata, salah satunya memiliki unsur edukatif "Belajar" tentang aspek budaya, ekologi, kepercayaan, kebiasaan hidup sehari - hari dan lain sebagainya dari masyarakat setempat ?
Memandu Wisatawan Amerika di pulau Rinca |
Ubud di Bali misalnya, adalah salah satu tempat wisata yang sangat fenomenal di Indonesia. Disanalah pusat kerajinan, seni dan budaya serta alamnya spektakuler, wisatawan yang berlibur ke Bali akan tinggal di Bali dan menghabiskan uangnya dalam jumlah banyak untuk mempelajari bagaimana memahat patung, menanam padi, berkebun, tarian dan lainnya. Wisatawan dan masyarakat setempat bersinergi untuk melestarikan atribut pariwisata Ubud-Bali dengan sangat baik. Kata Ubud terlahir dari rahim masyarakat yang telah lama mendiami wilayah kabupaten Gianyar sejak dahulu kala. Nama Ubud telah tertanam hingga alam bawah sadar wisatawan. Setiap orang yang merencanakan perjalanan wisata ke pulau Dewata - Bali selalu ke Ubud. Kata U-B-U-D telah mendunia, bahkan ia masuk dalam daftar 15 kota terbaik di Dunia pada tahun 2019 lalu (Sumber Kompas.com). Ketika orang menyebutkannya, maka intuisi pendengar akan terarah ke Bali, pembaca sekali pun langsung diarahkan pusat pikirannya ke sebuah hutan yang dihuni oleh jutaan monyet yang ramah, atau membayangkan bentuk sawah yang unik seperti diukir oleh petani padi Bali atau mungkin membayangkan lekukan inggul seorang wanita bali yang sedang menari, patung dan pura yang menakutkan, juga mungkin membayangkan keseruan arum jeram dan banyak hal lainnya tentang Ubud.
Dalam hal ini Nama, bukanlah sekedar nama, bukan juga numpang tenar, apalagi plagiat. Karena nama memiliki nilai filosofis lokalitas warga setempat yang merepresentasikan segala sesuatu tentang sebuah tempat atau wilayah tertentu. Kata Teletubbies, jika merujuk pada historikal-nya adalah sebuah nama acara televisi di Inggris yang dikhususkan untuk penonton anak - anak usia prasekolah, diciptakan oleh Anne Wood dan Andrew Davenport. Serial ini berfokus dengan kisah keseharian empat makhluk berwarna - warni yaitu Tinky Wingky, Dipsy, Laa Laa dan Po. Mereka inilah yang disebut Teletubbies. Lantas, apa yang mendasari bukit di kampung Lemes itu dinamakan Teletubbies ? Adakah kaitannya cerita fiksi Teletubbies itu dengan Lemes ? Bukankah itu bentuk marginalitas lokalitas wilayah Lemes ? ataukah Lemes itu akan dihilangkan oleh pembangunan yang sedang berjalan disana, sehingga hanya nama yang ditinggalkan kemudia hari seperti Teletubbies itu ?
Peristiwa pencaplokan atas pemberian nama asing 'fiktif ' ini, pada tempat wisata baru di kampung Lemes, sangatlah ironis bagi Pariwisata Mabar. Entitas Mabar terus tergerus oleh perubahan dan pembangunan pariwisata yang sangat gamblang menghilangkan kemurnian ke-Manggaraian (Lemes). Masyarakat Mabar bahkan bangga menyebutnya, memakai nama itu atau memuat pada media sosial (Facebook) dengan eforia mendiskripsikanya, tentang destinasi baru di Lemes, Bukit Teletubis. Bangga dengan nama asing yang dengan jelas tidak memiliki makna logis adalah sikap hamba, yang layak disebut pengecut. Anda mungkin mengira, bahwa wisatawan eropa suka dengan nama yang anda gunakan itu, jika demikian kepicikan itulah yang menyandera hidup anda selamanya, dimata mereka 'bangsa barat', anda adalah manusia asia yang suka plagiat dan tidak kreatif didunia.
Penulis yang saat ini berprofesi sebagai pemandu wisata (Tourist Guide), mengalami kendala dalam menjalankan tugas kepemanduan, khususnya dalam hal interpretasi terhadap sebuah objek wisata. Pengalaman yang dialami penulis sendiri yaitu pertanyaan keingin tahuan (curiousity) dari wisatawan saat berada dilokasi wisata, khususnya Bukit Cinta dan Bukit Silvia. "Apakah arti dari nama Silvia ini atau wisatawan terkadang bertanya : Apa itu bukit Silvia, Mengapa bukit ini dinamakan Silvia ? Apakah makna silvia dalam budaya Manggarai" ? sulit akal sehat menarasikannya, karena orang pertama yang dengan sengaja tanpa kalkulasi matang membabtis bukit itu tidak senonoh. Saya terpaksa menjawabnya bahwa "nama 'Silvia' ini adalah nama seorang kapitalis yang membeli bukit ini dari warga setempat". Tentu bobot dari penjelasan ini nihil. Sering wisatawan langsung tertawa setelah mendengarnya. Bukankah ini sangat memprihatinkan ?
Menginterpretasikan daun pohon Kelapa Sawit, di Bukit Lawang, Sumatra Utara |
Oleh karenanya, nama Teletubbies itu tidak berdasarkan unsur karifan lokal warga kampung Lemes, Macang Tanggar dan sekitarnya, sehingga nama itu harus dicabut dan menamai potensi wisata baru itu dengan nama baru dan betul - betul lahir dari rahim lokalitas kampung Lemes. Apa saja namanya, yang terpenting berkorelasi dengan historikal alam dan masyarakt sekitar, sebagai bentuk apresiasi terhadap lokalitas warga Lemes sebagai warga ulayat dan menunjukan kreatifitas kita sebagai masyarakat Mabar yang intelektual dan bukan komunitas plagiat di Dunia.
Salam Pariwisata.
Komentar
Posting Komentar