Langsung ke konten utama

Virus Korona, Bencana Menjadi Anugerah

Labuan Bajo, D'Louis Blog - Dunia saat ini masih berkabung, setiap Negara selalu memperbaharui jumlah warga negaranya yang terpapar Virus Korona, Corona Virus Disease 2019, Covid-19 yang bermula dari Wuhan, Cina tahun 2019 yang lalu. tak terlepas Indonesia, dilansir dari media Kompas.com hari ini, Selasa (28/4/2020) melalui juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan " pasien korona bertambah 415 orang " pasien yang positif berjumlah 9.115 orang sejak pasien pertama diumumkan pada maret 2020. 

Setiap orang saat ini selalu memantau grafik suspect pasien korona yang positif yang diumumkan oleh pemerintah dengan penuh harapan grafik virus korona ini lekas menurun.  insan berakal budi tak berdaya, sejenis makhluk tak berkasat mata dengan leluasa memorak - porandakan kehidupan umat manusia di Bumi. hati terkikis, teriris melihat situasi yang tak terkendali ini, ekonomi memburuk, relasi sosial dibantai, regulasi yang ditetapkan oleh virus ini diantaranya memaksa setiap orang untuk meninggalkan keramaian, jaga kebersihan (selalu mandi, cuci tangan, sikat gigi dan selalu rapi & bersih) dan sebagainya. Virus ini seakan penguasa jagat raya dalam perjalanan abad ini. 

Ilustrasu Bumi sedang sakit

Semua orang berupaya semaksimal mungkin agar terhindar dari malapetaka ini, dan bahkan banyak diantaranya mengutuki virus yang dinamakan oleh ahli pandemiologi "Korona" sikap egoistik ini adalah benteng diri sekaligus pemicu lahirnya interpretasi bervariasi yang sama sekali tidak berindikasi "Mawas Diri" hingga berimplikasi pada tindakan yang melanggar aturan dan berakhir kematian. dengan banyaknya asumsi saat ini saya mencoba untuk berhipotesa " Virus Korona, Bencana Menjadi Anugerah " dalam hal ini bukan berarti saya mensyukuri kepada saudara/i yang telah menjadi martir melawan korona melainkan memperteguh keyakinan kita agar kiranya kita mencoba introspeksi diri mengapa ini terjadi dan siapa musuh sesungguhnya dari virus ini ? 

Sebelum pandemi, kehidupan umat manusia sangat bebas (borderless) keyakinan manusia sebagai makhluk yang telah berevolusi secara sempurna tertanam pada alam bawah sadar setiap orang, seakan - akan menjadi penguasa jagat raya. alam raya dijadikan panggung pementasan intelektualitas manusia yang disebut INNOVATION. Inovasi tersebut menggeserkan peradaban manusia pada bumi, kita saksama telah mempelajari untuk memahami salah satu revolusi saat ini yang kita kenal revoluis industri 4.0 peradaban di bumi pun berganti dari konvensional menuju beradaban yang sempurna yaitu modernisasi. terbersit dalam ingatan ku seorang akosofi Norwegia bernama Arne Naes bersama ekofilosofi lain meragukan gagasan evolusi yang kian marak terjadi, bahwa tidak semua yang dahulu itu buruk dan tidak semua yang diciptakan sekarang itu berfaedah.

Pada era peradaban baru ini, semua orang berkompetisi dalam segala aspek kehidupan untuk menjadi pemenang, setidaknya berada pada posisi aman dan nyaman. semisal, digitalisasi dewasa ini mengharuskan semua orang memiliki gawai, setiap hari bekerja banting tulang untuk mendapatkan produk baru agar hidup mentereng, perusahaan pun dituntut untuk memenuhi permintaan pasar (konsumen) sehingga perusahaan - perusahaan industri ngebut memproduksi produknya untuk dipasarkan. paradigma pragmatis persis lahir dalam situasi ini. setiap orang selalu memikirkan uang dan uang, meskipun uang bukan segalanya namun segalanya membutuhkan uang. keadaan ambivalensi ini menjadi sangat dilematis, alam pun lelah menyaksikan atraksi makhluk berakal budi yang dengan jelas merugikannya.  

Pada penghujung tahun 2019, tepatnya bulan Desember disebuah kota bernama Wuhan di Cina didatangi oleh virus ini, dalam beberapa pekan saja orang - orang dikarantina, dirawat di rumah sakit dan sebagian diantaranya meninggal dunia. Indonesia pun mengalami nasib yang sama dengan negara tetangganya, pemerintah menetapkan aturan hingga yang terakhir yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), orang - orang mengkarantina diri Self Isolation dirumah masing - masing. perusahaan - perusahaan besar yang tadinya menjadi sarat kehidupan mewah, yang selalu mendulang keuntungan dari khalayak ramai kini runtuh bahkan ada beberapa diantaranya gulung tikar. proses produksi pun berhenti seketika.

Ilustrasi bumi sebelum dan sesudah pandemi

Alam raya yang tadinya sekarat dengan perilaku manusia, kini legah dan sedang akan membaik, pada beberapa kanal media daring saya dapatkan informasi pada beberapa negara industrilis diantaranya Wuhan - Cina, Jakarta - Indonesia, Italia, Arab, Amerika dan lainnya mengalami kondisi alam yang sudah baik. alam raya seakan dipulihkan disaat semua orang dikarantina massal, langit cerah - gulungan awan tampak jelas saat dengan bola mata, aliran sungai jernih sampai ikan - ikan pun malu ketika diamati oleh manusia dan planet lain di bumi pun bebas dari hempasan aktivitas manusia. 
dalam permenungan saya seorang diri bahwa dalam kondisi sesederhana ini saya masih dapat hidup dan menikmatinya. Pengeluaran harian saya pun terbatas jika dibandingkan sebelumnya, ketika saya keluar rumah minimal saya harus mengantongi Rp. 50.000 karena saya selalu makan diluar rumah, rokok dan ngopi di warung. saya akhirnya berpikir bahwa Bencana ini adalah pengejawantahan dari Anugerah Alam, alam telah mengajarkan hal terpenting bahwa selama ini kehidupanmu dibaluti glamority, gaya hidup hedonis adalah budak napsu. napsu itu harus dilenyapkan dengan satu cara Self Isolation.

Gaya hidup glamor sesungguhnya pemicu terjadinya konflik, baik konflik internal/eksternal (personal maupun impersonal). seorang petani misalnya menjual sebidang tanah dan mendapatkan miliaran rupiah dari hasil penjualan asetnya, uang yang didapatkannya tersebut sebagian dipergunakan untuk bangun rumah mewah, beli sepeda motor, sebagiannya lagi dihabisi kawin kontrak dengan perempuan penjual seks komersial (PSK), setelah diketahui oleh sang istri akhirnya bercerai sedangkan anak - anak terlantar tak terurus dan petani tersebut mengidap penyakit kelamin dan banyak hal negatif lainnya yang bisa saja terjadi. Multatuli pernah berkata " Tugas manusia adalah menjadi manusia tidak menjadi dewa dan tidak juga menjadi setan " Semoga dengan peristiwa ini, umat manusia di bumi menjadi manusia yang sesungguhnya. 

Stay save untuk semua saudara/i ku semua, kiranya empunya kehidupan selalu memberikan kita kesempatan untuk menikmati Bumi yang indah nan pesona ini. 

Waemata, 29 April 2020. 

Aloysius Suhartim Karya (Louis)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Plagiat Nama, Mengeliminasi Autentisitas Lokalitas Pariwisata Mabar. (Catatan kritik lahirnya nama Teletubbies pada sebuah bukit di Kampung Lemes, Desa Macang Tanggar, yang sedang viral saat ini).

Plagiat Nama, Mengeliminasi Autentisitas Lokalitas Pariwisata Mabar.  (Catatan kritik lahirnya nama Teletubbies pada sebuah bukit di Kampung Lemes, Desa Macang Tanggar, yang sedang viral saat ini). Oleh : Aloysius Suhartim Karya. Memandu Wisatawan Nusantara (Jakarta) di Bukit Cinta Teletubbies adalah kata 'Nama' yang sedang viral saat ini dibeberapa kanal media sosial, khususnya Facebook. Berbagai catatan apresiatif berseliweran di media sosial. Masyarakat Mabar sangat bangga, bahwa ternyata di wilayah terbarat pulau Flores, tersemai begitu banyak potensi alam yang dapat dijadikan daya tarik wisata. Salah satunya adalah Bukit Teletubbies. Bukit Teletubbies, begitulah orang - orang menamai sebuah bukit dengan hamparan tanah lapang yang diselimuti oleh rerumputan hijau dan ditumbuhi beberapa pohon, diantaranya pohon Lontar (Borrassus flabellifer Linn) dan pohon Bidara (Ziziphus mauritina). Letaknya yang dekat dengan daerah pesisir, memperkuat posisi dari lokasi wisa

Korona Mengalahkan Kemegahan Perkotaan

Labuan Bajo, D'Louis Blog - Selama beberapa pekan terakhir, jagat raya Nusantara diramaikan oleh mobilisasi orang - orang yang melakukan perjalanan dari Kota ke kampung halaman masing - masing. Ada yang menggunakan moda transportasi laut, sebagian darat dan tidak banyak yang pulang kampung via udara. Mereka yang tinggal di kota besar maupun kecil seantero Nusantara memutuskan untuk pulang kampung setelah Virus SARS-Cov-2 atau lebih kita kenal Korona menghantam daerah perkotaan sebagai tempat  berpopulasi padat dan  pusat industri. Berbagai kisah telah dialami oleh mereka yang pulang kampung, pengalaman manis dan pahit menjadi bumbu adonan kisah Korona selama proses perjalanan ke kampung, yah... itu-lah dinamika hidup yang akan menjadi cerita indah kepada anak cucu kelak kita tua nanti. 😊 Secara geografis kampung halaman (perkampung) sebagian besar terisolasi oleh pegunungan, lembah, hutan, sungai, gambut, padang dan sebagainya, aksesibilitas jalan raya, listrik,